Tags

DAMPAK KESALAHAN TATA RUANG TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar

cinta-lingkungan

BAB I

1.1 Latar belakang

Dewasa ini, lingkungan kita sudah sangat memprihatinkan, banyak bencana alam yang disebabkan oleh kelakuan manusia seperti banjir,tanah longsor dan sebagainya. Dan penyebabnya adalah seperti kesalahan dalam tata ruang kota yang menyebabkan terjadinya beberapa masalah seperti drainase yang tidak baik sehingga menimbulkan banjir, pembabatan lahan pertanian untuk pembanaguna perumahan atau shoping centre yang menimbulkan kurangnya lahan hijau dan berbagai masalah lainya.

Kami mengangkat judul makalah ini atas dasar tugas kuliah dan keprihatinan terhadap lingkungan kita yang sangat memprihatinkan dan mungkin melalui ini kami menginformasikan kepada pembaca dan  masyarakat bahwa pentingnya lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan masalah

  1. faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesalahan tata ruang kota?
  2. apa saja dampak dari kesalahan tata ruang kota?
  3. bagaimana solusinya dalam menangani dampak kesalahan tata ruang kota?
  4. uu apa saja yang mengatur tata ruang kota?

1.3 tujuan

  1. untuk mengetahui apa saja dampak kesalahan tata ruang kota
  2. untuk menyadarkan pembaca tentang pentingnya lingkungan hidup

1.4 manfaat

  1. untuk menambah wawasan tentang lingkungan hidup
  2. untuk pembelajaran tentang tata ruang kota dan lingkungan

BAB II

A. Pengertian Tata Ruang

Pasal  1  ayat  (3)  Undang-Undang  Nomor  24  Tahun  1992  jo  Pasal  1  ayat  (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Penataan Ruang adalah Suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.Ruang  dapat  diartikan  sebagai  wadah  kehidupan  manusia  dan  makhluk  hidup lainnya  serta  sumber  daya  alam.  Ruang,  baik  sebagai  wadah  maupun  sebagai  sumber daya  alam,  adalah  terbatas.  Sebagai  wadah  dia  terbatas  pada  besaran  wilayahnya, sedangkan  sebagai  sumber  daya  terbatas  pada  daya  dukungnya.  Oleh  karena  itu, pemenfaatan  ruang  perlu  ditata  agar  tidak  terjadi  pemborosan  dan  penurunan  kualitas ruang (Ahmadi, 1995: 1).Sementara tata ruang adalah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Kemudian Pasal 3 UU No 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang  bertujuan  untuk  mewujudkan  ruang  wilayah  nasional  yang  aman,  nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.Sasaran yang diharapkan adalah tersedianya rencana tata ruang yang konsisten dan efektif sesuai dengan kaidah penataan ruang di antaranya mengindahkan kenyamanan lingkungan, keamanan serta budaya dan adat masyarakat setempat; tertibnya pemanfaatan ruang dan meningkatnya kinerja kelembagaan pengelolaan penataan ruang di pusat dan daerah. Sementara Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2009 berbunyi bahwa lingkungan  hidup  adalah  kesatuan  ruang  dengan  semua  benda,  daya,  keadaan  dan makhluk  hidup,  termasuk  manusia  dan  perilakunya  yang  mempengaruhi  kelangsungan perikehidupan  dan  kesejahteraan  manusia  serta  makhluk  hidup  lain.  Lingkungan  hidup yang tergganggu keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi  manfaat  bagi  kesejahteraan  masyarakat  dan  kelangsungan  antara  generasi dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum.  Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu administratif, pidana dan perdata.

Menurut  Siti  Sundari  Rangkuti  dalam  Erwin  (2008)  penegakan  hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam  ketentuan  hukum  yang  berlaku  secara  umum  dan  individual,  melalui  pengawsan dan penerapan (atau ancaman) sarana administratif, kepidanaan dan keperdatan. Penegakan  hukum  lingkungan  tidak  hanya  ditujukan  untuk  memberikan hukuman kepada perusak atau pencemar lingkungan hidup. Tetapi juga ditujukan untuk mencegah  terjadinya  perbuatan  atau  tindakan  yang  dapat  menimbulkan  perusakan  dan atau pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan tidak hanya bersifat refresif, tetapi juga bersifat preventif (Sundari Rangkuti, 2000: 209-210). Dalam  konsep  sistem  kehidupan  yang  berkelanjutan  di  bumi,  terdapat  empat sistem lingkungan yang sangat memerlukan perhatian serius dari setiap orang. Keempat sistem lingkungan ini adalah: (1) Sistem biofisik, (2) Sistem sosial, (3) Sistem ekonomi, dan (4) Sistem politik (Yusuf, 2000:114).Pada  dasarnya  tujuan  penataan  ruang  antara  lain,  agar  tercapai  pemanfaatan ruang yang berkualitas yakni mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi  dampak  negatip  terhadap  lingkungan,  dan  mewujudkan  keseimbangan antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

Sementara  penyusunan  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Provinsi  sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No 26 tahun 2007 menyebutkan sebagai berikut: Pertama,  Penyusunan  rencana  tata  ruang  wilayah  provinsi  mengacu  pada;

(a).  Rencana Tata  Ruang  Wilayah  Nasional.

(b).  Pedoman  bidang  penataan  ruang;  dan

(c).  Rencana pembangunan  jangka  panjang  daerah.

Kedua,  Penyusunan  rencana  tata  ruang  wilayah provinsi  harus  memperhatikan:

(a).  Perkembangan,  permasalahan  nasional  dan  hasil pengkajian implikasi penataan

ruang provinsi.

(b). Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan  ekonomi  provinsi.

(c).  Keselarasan  aspirasi  pembangunan  provinsi  dan pembangunan  kabupaten/kota.

(d).  Daya  dukung  dan  daya  tampung  lingkungan  hidup.

(e).  Rencana  pembangunan  jangka  panjang  daerah.

(f).  Rencana  tata  ruang  wilayah provinsi  yang  berbatasan.

(g).  Rencana  tata  ruang  kawasan  strategis  provinsi;  dan

(h). Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

B. Pemanfaatan Tata Ruang

Program  Penataan  Ruang  bertujuan  meningkatkan  sistem  penyusunan rencana tata  ruang,  memantapkan  pengelolaan  pemanfaatan  ruang,  dan  memantapkan pengendalian  pemanfaatan  ruang  terutama  untuk  mempertahankan  pemanfaatan  fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung; meningkatkan kapasitas kelembagaan dan  organisasi  penataan  ruang  di  daerah,  baik  aparat  pemerintah  daerah,  lembaga legislatif,  dan  yudikatif  maupun  lembaga-lembaga  dalam  masyarakat  agar  rencana  tata ruang ditaati oleh semua pihak secara konsisten.

Sasaran yang diharapkan adalah tersedianya rencana tata ruang yang konsisten dan efektif sesuai dengan kaidah penataan ruang di antaranya mengindahkan kenyamanan lingkungan, keamanan serta budaya dan adat masyarakat setempat; tertibnya pemanfaatan ruang dan meningkatnya kinerja kelembagaan pengelolaan penataan ruang di pusat dan daerah.

Dalam  ketentuan  Pasal  33  ayat  (1)  sampai  ayat  (5)  Undang-Undang  No  26 tahun  2007  tentang  Penataan  Ruang  menegaskan  secara  lebih  jelas  mengenai  korelasi penatagunaan  tanah  dengan  penataan  ruang  dengan  uraian  lengkapnya  sebagai  berikut: Pertama, Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan  udara  dan  penatagunaan  sumber  daya  alam  lain.  Kedua,  Dalam  rangka pengembangan  penatagunaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diselenggarakan kegiatan  penyusunan  dan  penetapan  neraca  penatagunaan  tanah,  neraca  penatagunaan sumber  daya  air,  neraca  penatagunaan  sumber  daya  udara,  dan  neraca  penatagunaan sumber daya alam lain. Ketiga, Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan  prasarana  dan  sarana  bagi  kepentingan  umum  memberikan  hak  prioritas pertama  bagi  Pemerintah  dan  Pemerintah  Daerah  untuk  menerima  pengalihan  hak  atas tanah  dari  pemegang  hak  atas.  Keempat,  Dalam  pemanfaatan  ruang  pada  ruang  yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah Dan Pemerintah Daerah untuk  menerima  pengalihan  hak  atas  tanah  bagi  pemegang  hak  atas  tanah  jika  yang bersangkutan akan melepaskan haknya.Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh (Soeromiharjo, 1990: 2) intinya menyatakan sebagai berikut Pola penggunaan tanah perlu disertai pedoman berupa  ketentuan  penggunaan  tanah  untuk  berbagai  kebutuhan  pembangunan  menurut potensi dan fungsi tanah, baik fisik maupun ekonomi. Secara keseluruhan kebijaksanaan-kebijaksanaan  yang  mengatur  aspek-aspek  pengaturan  penguasaan  tanah,  penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah.

Selanjutnya dalam penjelasan Bab II pasal demi pasal khususnya Pasal 33 ayat (2)  Undang-Undang  Nomor  26  tahun  2007  memberikan  kejelasan  makna  penyusunan neraca  penatagunaan  tanah,  air,  udara  dan  sumber  daya  alam  lain  meliputi  aktifitasaktifitas  berikut ini Pertama, Penyajian neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah,  sumber  daya  air,  udara  dan  sumber  daya  alam  lain  pada  rencana  tata  ruang wilayah.  Kedua,  Penyajian  neraca  kesesuaian  penggunaan   dan  pemanfaatan  tanah, sumber  daya  air,  udara  dan  sumber  daya  alam  lain  pada  rencana  tata  ruang  wilayah. Ketiga, Penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain dan  penetapan  prioritas  penyediaannya  pada rencana  tata ruang  wilayah.  (Muchsin  dan Koeswahyono, 2008: 140).

Sementara  Pasal  33  ayat  (3)  UU  No  26  tahun  2007  menyatakan  perihal penatagunaan  tanah  pada  ruang  yang  direncanakan  untuk  pembangunan  sarana  dan prasarana  bagi  kepentingan  umum  memberikan  hak  prioritas  pertama  bagi  Pemerintah dan  Pemerintah  Daerah  untuk  menerima  pengalihan  hak  atas  tanah  dari  pemegang  hak atas tanah. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU No 26 tahun 2007 menyebutkan juga hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dimaksudkan agar dalam pelaksanaan  pembangunan  kepentingan  umum  yang  sesuai  dengan  rencana  tata  ruang dapat dilaksanakan dengan proses pengadaan tanah yang mudah.Sesungguhnya  Pasal  33  ayat  (3)  Undang-Undang  Nomor  26  tahun  2007 mengandung  implikasi  politik  hukum  yang  membahayakan  hak  atas  tanah  khususunya subjek  hak  yang  lemah  aksesnya  atas  ekonomi,  sosial,  politik  sehingga  akan  dapat kehilangan  hak  atas  tanah  dengan  mudah  ketika  berhadapan  dengan  Pemerintah  atau Pemerintah  Daerah  yang  dengan  alasan  demi  penataan  ruang  untuk  pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum seperti fenomena penggusuran di hampir setiap  daerah  di  Indonesia  setidak  sepuluh  tahun  terakhir  (Muchsin  dan  Koeswahyono, 2008: 141).

Untuk itu menurut Maria Sumardjono, (2008: 249), seharusnya ada ukuran atau parameter. Ukuran atau parameter  yang wajib menjadi pertimbangan sebelum diputuskan kebijaksanaan  yang  hendak  diambil  Pemerintah  atau  Pemerintah  Daerah  untuk melakukan  aktivitas  pengadaan  tanah  dengan  alasan  untuk  kepentingan  umum,  yakni sebagai  berikut:  Pertama,  Apakah  kebijaksanaan  yang  diambil  dapat  mengakibatkan pelanggaran  atas  hak  asasi  manusia  atau  tidak.  Kedua,  Apakah  kebijaksanaan  yang diambil akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas kehidupan subjek pemegang atas tanah atau tidak. Ketiga, Apakah kebijaksanaan yang diambil dalam hitungan neraca keadilan  lebih  menguntungkan  bagi  Pemerintah  atau  Pemerintah  Daerah  atau menguntungkan masyarakat.

C. Kendala dalam pemanfaatan tata ruang

Pada dasarnya kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang tersebut antara  lain:  Pertama,  Rencana  yang  tersusun  tidak  memperhitungkan  keserasian, keseimbangan  dan  kelestarian  lingkungan.  Karena  itu  jika  rencana  tersebut  dijalankan sebagaimana  yang  ditetapkan  maka  diperkirakan  dalam  waktu  jangka  panjang  akan berakibat  fatal  bagi  kelangsungan  hidup  manusia  dan  makhluk  hidup  lainya.  Kedua, Tidak adanya ketegasan hukum bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam ruang. Artinya  bahwa  setiap  orang  yang  melakukan  penyimpangan  penggunaan  rencana  tata ruang  tidak  pernah  diberikan  sanksi.  Ketiga,  Dalam  perencanaan  tata  ruang  selalu disatukan  dengan  rencana  pengembangan.  Sehingga  penetapan  rencana  tata  ruang menjadi kabur karena simpang siur dengan rencana pengembangan. Seharusnya rencana pengembangan  mengacu  pada  rencana  tata  ruang.  Keempat,  Dalam  penetapan  rencana tata  ruang  lebih  banyak  di  dominasi  oleh  keputusan  politik,  sehingga  obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi tidak dapat berjalan dengan baik. Keli ma, Dalam menghadapi otonomi daerah setiap daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah,  sehingga  setiap  upaya  pemanfaatan  tata  ruang  diupayakan  harus  dapat memberikan sumbangan nilai ekonomi bagi daerah.

Selain kendala tersebut di atas, dalam  pemanfaatan tata ruang berpotensi juga untuk  menimbulkan  konflik,  jika  pemanfaatan  tanpa  dilakukan  koordinasi  dan perhitungan yang matang. Dengan demikian kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata  Ruang  selalu  juga  diikuti  oleh  kendala  yang  muncul  berupa  konflik  dalam pemanfaatan ruang yang tanpa ada koordinasi. Adapun konflik dalam pemanfaatan tata ruang secara umum dapat dikelompokan yakni sebagai berikut: Pertama, Potensi konflik antar  wilayah.  Kedua,  Potensi  konflik  antar  sektor.  Ketiga,  Potensi  konflik  antar masyarakat dan pemerintah. Keempat, Potensi konflik dalam pemanfaatan tata ruang itu sendiri.

Urgensi Pengaturan tata ruang dalam perda. Dengan memperhatikan apa yang menjadi kendala  dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang dan mencari formula yang tepat untuk mengatasi kenadala tersebut, maka  pengelolaan  fungsi  tata  ruang  perlu  ditata  dalam  bentuk  arahan,  pedoman  dan ketentuan-ketentuan  mengenai  peruntukkan,  penggunaan,  persediaan  dan  pemeliharaan tata  ruang  demi  kelestarian  lingkungan  hidup.  Pola  pengelolaan  tersebut  sudah  barang tentu  mengacu  pada  asas-asas  penataan  ruang  yaitu  asas  terpadu,  berdaya  guna,  serasi, seimbang dan berkelanjutan.Pengelolaan tata ruang lebih dititik beratkan pada pada wujud fisik, penggunaan ruang  merupakan  hasil  pengambilan  keputusan  dari  orang  atau  Badan  Hukum  yang menguasai  dan  yang  berhak  dalam  pengelolaannya  sesuai  kegiatan  dan  kebutuhannya. Hal yang tidak dapat dikesampingkan bahwa penggunaan ruang tidak boleh bertentangan dengan  peruntukan  ruang  lingkungan  hidup  sendiri  yang  dalam  hal  ini  merupakan keputusan pemerintah.

Sesuai  dengan  teori  pengembangan  wilayah,  secara  konseptual  pengertian pengembangan  wilayah  dapat  dirumuskan  sebagai  rangkaian  upaya  untuk  mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan  nasional  dan  kesatuan  wilayah  nasional,  meningkatkan  keserasian  antar kawasan,  keterpaduan  antar  sektor  pembangunan  melalui  proses  penataan  ruang  dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam  usaha  dalam  pengembangan  suatu  wilayah  terdapat  suatu  keterkaitan yang sangat erat dengan penataan ruang suatu wilayah. Dengan penataan yang baik, maka kinerja wilayah tersebut juga akan optimal dan efisien. Sehingga dalam penataan ruang suatu wilayah harus memenuhi beberapa prinsip penataan ruang.Pelaksanaan  penataan  wilayah  di  Indonesia  terutama  di  daerah  padat penduduknya saat ini, baik ditinjau dari aspek kepentingan pembangunan maupun untuk kepentingan  lingkungan  hidup  sebenarnya  masih  belum  optimal  seperti  apa  yang diharapkan/terkandung dalam Undang-undang Penataan Ruang.

Untuk  mewujudkan  sasaran  penataan  ruang  dan  penataan  pertanahan  demi menjaga  kelestarian  lingkungan  hidup,  maka   kebijaksanaan  pokok  yang  nanti  dapat ditempuh  yakni  sebagai  berikut:  Pertama,  Mengembangkan  kelembagaan  melalui penetapan  organisasi  pengelolaan  yang  mantap,  dengan  rincian  tugas,  wewenang,  dan tanggung  jawab  yang  jelas.  Kedua,  Meningkatkan   kemampuan   aparatur  yang  dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan  hidup.  Ketiga,  Memasyarakatkan   penataan  ruang  dan  penataan  pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup kepada masyarakat dan dunia usaha serta unsur lain. Keempat, Memantapkan pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan bagi pembangunan  daerah  dengan  perhatian  khusus  pada  kawasan  cepat  berkembang,  dan kawasan  andalan,  serta  kawasan  strategis.  Kelima,  Memantapkan  pengendalian pemanfaatan  ruang  termasuk  pengamanan  terhadap  kawasan  yang   memiliki   aset penting bagi pemerintah daerah. Keenam, Meningkatkan sistem informasi, pemantauan dan evaluasi dalam penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup.

Pada  dasarnya  proses  penataan  ruang  demi  menjaga  kelestarian  lingkungan hidup  meliputi  kegiatan  perencanaan,  pemanfaatan  dan  pengendalian.  Penataan  ruang sesuai  ketentuan  perundang-undangan  penataan  ruang  khusus  wilayah  kabupaten  yang ada di Indonesia meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.

Penyusunan dan penetapan rencana tata ruang dilaksanakan  menurut langkahlangkah  sebagai  berikut:  Pertama,  Menetapkan  arah  pengembangan  yang  akan  dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan keamanan. Kedua, Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan  dalam  suatu  wilayah  perencanaan.  Ketiga,  Perumusan  perencanaan  tata ruang. Keempat, Penetapan rencana tata ruang.

Melalui  penataan  ruang  yang  bijaksana,  kualitas  lingkungan  akan  terjaga dengan  baik,  namun  bila  dilakukan  dengan  kurang  bijaksana  maka  tentunya  kualitas lingkungan  juga  akan  terganggu.  Penyelenggaraan  penataan  ruang  bertujuan  untuk mewujudkan  ruang  wilayah  yang  aman,  nyaman,  produktif  dan  berkelanjutan.  Hal tersebut  tentunya  dengan  mewujudkan  keharmonisan  antara  lingkungan  alam  dan lingkungan  buatan,  keterpaduan  dalam  penggunaan  sumberdaya  alam  dan  sumberdaya buatan  dengan  memperhatikan  sumberdaya  manusia  serta  mewujudkan  perlindungan fungsi  ruang  dan  pencegahan  dampak  negatif  terhadap  lingkungan  akibat  pemanfaatan ruang

Paling tidak ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan lingkungan  hidup,  yakni  sebagai  berikut:  Pertama,  Pembangunan/pengelolaan  sumber daya secara bijaksana. Kedua, Pembangunan berkesinambungan sepanjang Pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung  lingkungan  itu  sendiri.  Agar  keputusan  terkait  alokasi  ruang  dan  sumberdaya alam  dalam  rencana  tata  ruang  dapat  memberikan  manfaat  dalam  jangka  panjang  dan menjamin keberlanjutan, maka perlu diperhatikan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009  tentang  Perlindungan  dan  Pengelolaan  Lingkungan  Hidup.  “Ketentuan  tersebut menunjukkan  adanya  keterkaitan  yang  sangat  erat  antara  penataan  ruang  dengan  upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan kunci bagi berhasilnya upaya pengembangan wilayah.

Lingkungan  di  dalam  penataan  ruang  merupakan  aspek  yang  sangat  penting disamping aspek sosial budaya, yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Pertimbangan lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah adalah mutlak untuk diperhatikan karena apabila aspek lingkungan tidak diintegrasikan, akan  memberikan  dampak  yang  sangat  besar  terutama  bagi  kehidupan  masyarakat  di kemudian hari. Karena pada dasarnya lingkungan memiliki keterbatasan daya dukung dan daya  tampung  dalam  menopang  kehidupan  baik  manusia  maupun  makhluk  lainnya, sehingga  apabila  daya  dukung  tersebut  terlampaui  maka  sudah  dapat  dipastikan kelestarian fungsi lingkungan akan terganggu.

Pembangunan  tata  ruang  yang  berwawasan  pada  pada  pelestarian  fungsi komponen lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang  berkesinambungan  dan  dilaksanakan  dengan  kebijakan  terpadu,  menyeluruh  dan memperhitungkan  kebutuhan  generasi  sekarang  dan  mendatang.  Kebimasa. Ketiga, Peningkatan kualitas hidup generasi demi generasi.Sejalan dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya dalam Garis-Garis Besar Haluan  Negara  tahun  1988  mengenai  prinsip  penggunaan  sumber  daya  alam  untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan, antara lain sebagai berikut: Pertama, Dalam rangka  pembangunan  sumber-sumber  alam  harus  digunakan  secara  rasional.  Kedua, Pemanfaatan  sumber-sumber  daya  harus  diusahakan  untuk  tidak  merusak  lingkungan hidup.  Ketiga,  Harus  dilakukan  dengan  kebijaksanaan  dengan  memperhitungkan kebutuhan  generasi  yang  akan  datang.  Keempat,  Memperhitungkan  hubungan  kait mengkait dan ketergantungan antara berbagai masalah.Berdasarkan  uraian  tersebut,  maka  regulasi  terhadap  tata  ruang  melalui peraturan daerah merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Daerah ini sangat membutuhkan  regulasi  berupa  peraturan  daerah  terhadap  tata  ruang,  sehingga impelemntasi  di  lapangan  terutama  dalam  pemanfaatan  lahan  dan  lingkungan  hidup benar-benar  sesuai  dengan  payung  hukum  yang  ada.  Hal  yang  lebih  utama  juga  dalam rancangan  peraturan  daerah  nanti  harus  tetap  memperhatikan  apa  yang  menjadi  prinsip atau asas-asas utama dalam tata ruang daerah sendiri.

D. Penataan Lingkungan Hidup

Manusia sangat berperan dalam menjadikan lingkungan yang bersih, nyaman, indah, dan rindang. Satu faktor yang paling utama adalah bersih. Bersih erat kaitannya dengan sehat. Salah satu indikator bersih adalah sehat. Individu yang bersih adalah individu yang tidak memiliki kotoran yang menempel pada dirinya sehingga relatif tidak ada kuman penyakit yang bersarang. Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yang tidak ada kotoran (sampah) berserakan, yang memiliki kondisi udara banyak mengandung kadar oksigen yang tinggi.
Menciptakan keadaan nyaman bagi penghuninya. Menjaga kebersihan artinya menjaga keadaan diri, lingkungan bebas dari penyakit. Lingkungan yang bersih menandakan sikap para penghuninya yang taat dan patuh terhadap tatanan yang berlaku di masyarakat. Indah berhubungan dengan estetika. Indah merupakan sesuatu yang sangat menarik yang menimbulkan rasa enak atau nikmat hati. Nilai kebersihan dan keindahan menopang kehidupan masyarakat dalam bersikap.

Menjaga kebersihan dan keindahan merupakan upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Membudayakan hidup bersih dan keindahan harus menjadi sikap dan tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap dan sifat menjaga kebersihan merupakan langkah awal menuju kesuksesan. Sebab dengan suasana bersih dan indah, akan menambah pikiran jernih dan tenang dalam bertindak.

Dengan menjaga kebersihan berarti menjaga kebersihan lingkungan di sekitar kita, bersih di sekolah, di kantin, di jalan, di rumah, di pasar, dan di mana pun. Tidak ada sampah-sampah yang berserakan yang mempengaruhi keindahan.

Penataan lingkungan merupakan proses pengelompokan, pemanfaatan, dan pengendalian lingkungan hidup sesuai dengan potensi dan fungsinya. Dalam Undang Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penataan ruang/lingkungan memiliki tujuan:

  1. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan,
  2. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budaya,
  3. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.

Penataan lingkungan dilaksanakan secara terpadu, seimbang dan berdaya guna. Penataan lingkungan hidup yang baik akan terpelihara kualitas lingkungan.

Berdasarkan fungsi utama kawasan, penataan lingkungan hidup dibagi menjadi 2, yaitu:

  1. kawasan lindung, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Contoh: hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan cagar alam, dan sebagainya.
  2. kawasan budi daya, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Contoh: lahan budi daya jagung, kayu, sawah, dan lain-lain.

Berdasarkan kegiatan utamanya, penataan lingkungan hidup terdiri dari 3 kawasan, yaitu:

  1. Kawasan perdesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam.
  2. Kawasan perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
  3. Kawasan tertentu, adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

Konsep penataan lingkungan secara global berarti mencakup satu kesatuan wilayah. Menurut Setyo Moersidik (Dosen Paskasarjana UI) kunci penataan lingkungan hidup untuk menjamin keberlanjutan fungsi lingkungan hidup adalah pengelolaan lingkungan hidup. Prinsip penataan berhubungan erat dengan konservasi Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, dan sumber daya alam lainnya.

Salah satu sumber daya alam yaitu hutan sebagai salah satu bagian dari pelestarian lingkungan hidup yang menjadi satu kesatuan ekosistem yang tidak mengenal batas wilayah pemerintahan. Semakin kecil hutan dibagi-bagi, semakin besar pula potensi terganggunya ekosistem. Kerusakan hutan juga mendorong timbulnya kekeringan, banjir, erosi, serta mengurangi keragaman hayati.

E. Pengelolaan Tata Ruang Ramah Lingkungan

Kerusakan lingkungan di Indonesia tambah hari semakin memprihatinkan. Seperti halnya laju kerusakan hutan yang mencapai 2,8 juta hektar per tahun. Kerusakan hutan dan lahan menyebabkan terjadinya banjir di mana-mana saat musim hujan tiba.

Bencana banjir menimbulkan korban jiwa dan dampak lain yaitu menyebarnya banyak penyakit bukan hanya di kalangan masyarakat desa tapi juga masyarakat perkotaan. Kerusakan lingkungan ini antara lain disebabkan terjadinya alih fungsi lahan baik pada kawasan hutan, pedesaan maupun perkotaan. Kawasan hutan banyak ditebang, diserobot dan dirambah. Keadaan serperti ini bahkan berlanjut terus setiap tahun, dapat dibayangkan betapa akan merosotnya kondisi lingkungan.

Memang banyak hal yang menyebabkan semakin maraknya kerusakan dan pencemaran lingkungan. Akhir-akhir ini menggejala bahwa kerusakan lingkungan banyak dipicu pembangunan yang tidak terkendali dan kurang memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk berperan aktif menjaga dan melestarikan lingkungan tampaknya juga masih rendah, terbukti dari banyaknya masalah lingkungan yang timbul akibat ulah masyarakat, seperti pembalakan hutan, pemanfaatan kawasan lindung, dan sebagainya.

Saat sekarang ini tengah meningkat kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan kebijakan pemanfaatan yang paling tepat, mengingat keterbatasan sumber daya lahan.

Pendekatan tata ruang merupakan salah satu perangkat pengelolaan lingkungan hidup berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya lahan. Dalam perkembangannya, disadari bahwa penataan ruang merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang utama, karena merupakan penepis pertama terhadap kegiatan pembangunan dan aktivitas manusia lainnya yang dapat berdampak terhadap lingkungan hidup.

Penataan ruang telah mendapatkan dasar hukumnya sejak 15 tahun yang lalu dengan ditetapkannya undang-undang nomor 24 tahun 1992 yang telah diperbaharui dengan undang-undang nomor: 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (selanjutnya disebutkan UUPR). Tujuan umum penataan ruang terkandung di dalam konsideran UUPR, yaitu bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam suatu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.

Secara eksplisit, pernyataan tersebut menegaskan pentingnya penataan ruang di dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Dengan perkataan lain, penataan ruang merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup, guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan sumber daya secara tidak terencana dan terakoordinasi. Penataan ruanglah yang seharusnya menjadi landasan bagi pelaksanaan pembangunan yang terkoordinasi dan berwawasan lingkungan.

Keterpaduan

Penataan ruang juga dapat menjamin keterpaduan dan diakomodasikannya semua kepentingan masyarakat. Di dalam penjelasan UUPR, disebutkan bahwa penataan ruang dapat menjamin seluruh kepentingan, yakni kepentingan pemerintah dan masyarakat secara adil. Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa penataan ruang dianalisa dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Keterpaduan dalam penataan ruang dapat terwujud dari dimasukkannya pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung lingkungan, daya tampung lingkungan dan geopolitik.

Sebagai suatu perangkat, apabila dilaksanakan secara menyeluruh dan konsekuen, penataan ruang dapat menjadi alat yang efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan dan berbagai bencana lingkungan seperti banjir dan longsor. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang dan mengindahkan kondisi lingkungan dapat menghindari permasalahan lingkungan di masa mendatang. Meskipun demikian, penataan terhadap rencana tata ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang seringkali masih rendah. Sebagai contoh adalah pada kasus Bandung Utara yang sebenarnya merupakan kawasan lindung, tetapi pada saat ini hampir 70% dari luas 38.548 hektar telah menjadi permukiman. Dampak dari pembangunan ini adalah berkurangnya resapan air dan terjadi banjir di Bandung Selatan.

Demikian juga dengan bencana banjir dan longsor yang terjadi di Jember. Peristiwa ini sebagaimana diketahui adalah dampak dari kerusakan hutan di Pegunungan Argopuro, yang terletak di bagian utara Jember, yang telah gundul. Peristiwa ini merupakan kesalahan dari penataan ruang wilayah di Jawa Timur. Pegunungan Argopuro sebagai kawasan lindung yang merupakan daerah resapan air, beralih menjadi perkebunan Kakau dan Kopi, menjadi hutan produksi kemudian terjadi penebangan yang berakibat penggundulan.

Berkaitan dengan masalah sumber daya lahan dan penataan ruang, setidaknya ada dua sasaran yang bisa dilakukan guna mencapai strategi perbaikan kualitas fungsi lingkungan, yakni; pertama, penurunan laju kerusakan lingkungan (sumber daya air, hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi, atmosfer, serta ekosistem pesisir dan laut. Kedua, terintegrasinya dan diterapkannya pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pengawasan pemanfaatan ruang dan lingkungan.

Di samping itu, untuk dapat menjawab tantangan di atas, perlu adaya upaya pemberdayaan masyarakat agar mempunyai kesadaran pada pelestarian lingkungan hidup, di samping informasi yang cukup tentang masalah yang dihadapi, serta keberdayaan dalam proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak.

Peran serta masyarakat yang tinggilah yang dapat menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga mampu menjawab tantangan yang ada.

Usaha yang dilakukan agar lingkungan tertata rapi.

F. Faktor Penyebab Penyimpangan Tata Ruang

Salah satu kritik yang sering dilontarkan masyarakat dalam penataan ruang adalah bahwa rencana tata ruang belum cukup efektip sebagai alat kendali pembangunan, terbukti dengan maraknya berbagai macam penyimpangan. Penyimpangan tata ruang terjadi pada hampir semua kota dan daerah di Indonesia. Pada kota-kota besar penyimpangan tersebut bahkan sudah sampai pada tingkatan yang mengkhawatirkan karena dampak yang ditimbulkannya sangat meresahkan.

Sebagai contoh di kota Jakarta misalnya, perubahan peruntukan kawasan hunian menjadi kegiatan komersial seperti yang terjadi diKemang, Menteng, Kebayoran Baru dan belakangan ini mulai merambah ke kawasan Pondok Indah, telah menimbulkan berbagai macam permasalahan antara lain kemacetan lalu lintas, kesemrawutan bangunan, pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan dan lain sebagainya. Lingkungan hunian yang semula asri menjadi semrawut, bising dan kumuh.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi ? Siapakah yang bersalah ? Mengapa semua saling lempar kesalahan kepada pihak lain. Aparat menuding hal tersebut sebagai ulah masyarakat yang tidak mau patuh kepada ketentuan yang berlaku, sebaliknya masyarakat menuding hal tersebut karena kelemahan dan kecurangan aparat

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan tata ruang dan semua punya andil dalam hal tersebut , yakni sebagai berikut :

  1. Lemahnya pengawasan dan penertiban.
  2. Tidak ada peraturan yang cukup jelas
  3. Tidak adanya sinkronisasi perijinan
  4. Perilaku kolusip oknum
  5. Ketidak adilan rencana kota
  6. Prosedur perizinan yang berbelit-belit
  7. Terpaksa karena tidak punya pilihan

G. Perencanaan Tata Ruang Kota

Perencanaan Tata Ruang dilakukan guna menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tamping lingkungan, serta fungsi pertahanan keamanan; mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan; perumusan perencanaan tata ruang, dan penetapan rencana tata ruang.

Menurut Budihardjo, penyusunan rencana tata ruang harus dilandasi pemikiran perspektif menuju keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknlogi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor.

Perencanaan kota adalah kegiatan penyusunan dan peninjauan kembali rencana-rencana kota. Sedangkan rencana kota merupakan rencana yang disusun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota yang terdiri atas Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK).

Dalam pelaksanaan pembangunan di daerah kota diperlukan rencana tata ruang yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan dan pembangunan dalam memanfaatkan ruang. Pedoman tersebut digunakan pula dalam penyusunan program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang sudah ditetapkan.

Implikasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 nampak pada Pasal 4 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yaitu kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus sesuai dan berdasarkan pada rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan. Bagi daerah yang belum menetapkan rencana umum tata ruang, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan perencanaan wilayah atau kota yang telah ada.

Berkenaan dengan pelaksanaan pembangunan, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang. Serta dinyatakan pula bahwa dalam menerbitkan izin atau kegiatan wajib diperhatikan rencana tata ruang dan pendapat masyarakat.

Perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan dua sisi  dari suatu mata uang. Pengendalian pemanfaatan tata ruang akan berlangsung secara efektif dan efisien bilamana telah didahului dengan perencanaan tata ruang yang valid dan berkualitas. Sebaliknya rencana tata ruang yang tidak dipersiapkan dengan mantap akan membuka peluang terjadinya penyimpangan fungsi ruang secara efektif dan efisien dan pada akhirnya akan menyulitkan tercapainya tertib ruang sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Lebih lanjut disebutkan bahwa pada kenyataan banyak campur tangan pemerintah dalam pembangunan kota justru tidak tepat dan tidak memuaskan. Bahkan dapat diperkirakan bahwa sebab utama kegagalan pengendalian pemanfaatan ruang adalah karena tidak adanya kurangnya kemampuan politik yang kuat dan dukungan masyarakat yang memadai.

Rencana Tata Ruang Wilayah selanjutnya dapat disingkat RTRW merupakan hasil perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan di peringkat Kota. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.  Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Kawasan Hijau adalah ruang terbuka hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan Kawasan Hijau Lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.  Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial Kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 yang terdiri dari 13 ayat dan Pasal 49 sampai Pasal 50 yang mengatur mengenai rencana pengembangan kawasan hijau di Kota Makassar.

Kawasan Tangkapan Air adalah kawasan atau areal yang mempunyai pengaruh secara alamiah atau binaan terhadap keberlangsungan badan air seperti waduk, situ, sungai, kanal, pengolahan air limbah dan lain-lain, hal ini diatur dalam Pasal 44 Perda Nomor 6 Tahun 2006. Kemudian Pasal 51 dan 52 mengatur tentang Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana. Dalam Pasal 53 diatur tentang Kawasan Bangunan Umum adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan, jasa, pemerintahan dan fasilitas umum/fasilitas sosial beserta fasilitas penunjangnya dengan Koefisien Dasar Bangunan lebih besar dari 20% (dua puluh persen).

Kawasan Bangunan Umum Koefisien Dasar Bangunan Rendah (KDB) adalah kawasan yang secara keseluruhan Koefisien Dasar Bangunannya maksimum 20% (dua puluh persen) diatur dalam Pasal diatur dalam Pasal 54. Kawasan Pusat Kota adalah KT yang tumbuh sebagai pusat Kota dengan percampuran berbagai kegiatan, memiliki fungsi strategis dalam peruntukannya. Kawasan Permukiman Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pemusatan dan pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungannya yang terstruktur secara terpadu; Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah KT yang diarahkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya. Pasal 57 ayat 4 mengatur Kawasan Bandara Terpadu KT yang dan diperuntukkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas bandara dan segala persyaratannya. Kawasan Maritim Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan kemaritiman yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid hal ini diatur dalam Pasal 57 ayat 5 Perda No.6 Tahun 2005.

Kawasan Industri Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan industri yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid yang diatur dalam Pasal 57 ayat 6 Perda No.6 Tahun 2006.Pasal 57 ayat 7 mengatur mengenai Kawasan Pergudangan Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pergudangan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Selanjutnya Pasal 57 ayat 8 diatur akan

Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pendidikan tinggi yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Dalam Pasal 57 ayat 9 mengatur . Kawasan Penelitian Terpadu adalah yang diarahkan diperuntukkan sebagai kawasan dengan dan pengembangan berbagai kegiatan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Kawasan Budaya Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan budaya yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Olahraga Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan olahraga yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid dan diatur dalam Pasal 57 ayat 11 Perda No. 6 Tahun 2006.

Pada Pasal 57 ayat 12 dan 13 Perda No. 6 Tahun 2006 diatur akan  Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu Adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang .  Kawasan  Bisnis dan Pariwisata Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Bisnis Global Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis global yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri;  Industri selektif adalah kegiatan industri yang kriteria pemilihannya disesuaikan dengan kondisi Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan Budaya dan Jasa, yakni industri yang hemat lahan, hemat air, tidak berpolusi, dan menggunakan teknologi tinggi. Tujuan adalah Nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan Wilayah Kota berkaitan dalam kerangka visi dan misi yang telah ditetapkan. Strategi Pengembangan adalah Langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan Kota yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan Wilayah Kota yang telah ditetapkan.

Ruang Terbuka Hijau yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 selanjutnya dapat disebut RTH adalah Kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana Kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Sedangkan rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah kota menurut peraturan daerah nomor 6 tahun 2006 Pasal 13 dijabarkan kedalam struktur pemanfaatan ruang kota meliputi : 1. Rencana persebaran penduduk; 2. Rencana pengembangan kawasan hijau;  3. Rencana pengembangan kawasan permukiman; 4. Rencana pengembangan kawasan bangunan umum; 5. Rencana pengembangan kawasan industri; 6. Rencana pengembangan kawasan pergudangan; 7. Rencana pengembangan sistem pusat kegiatan; 8. Rencana pengembangan sistem prasarana; 9. Rencana intensitas ruang.

H. Dampak Pembangunan Terhadap Tata Ruang

Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan diundangkannya undang-undang  nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang [uu 24/1992], yang kemudian diperbaharui dengan undang-undang nomor 26 tahun 2007 [uu 26/2007]. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.

Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut, maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata ruang menjadi produk dari rangkaian proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah.

Peningkatan aktivitas pembangunan  membutuhkan ruang yang semakin besar dan dapat berimplikasi pada perubahan fungsi lahan/kawasan secara signifikan.  Euphoria otonomi daerah yang lebih  berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) juga memotivasi pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana di daerah, yang faktanya menyebabkan peningkatan pengalihan fungsi ruang dan kawasan dalam jangka panjang. Di antara kenyataan perubahan lahan dapat ditemui pada pembangunan kawasan perkotaan yang membutuhkan ruang yang besar untuk menyediakan lahan untuk sarana dan prasarana permukiman, perkantoran, perindustrian, pusat-pusat perdagangan (central business district, CBD) dan sebagainya. Demikian halnya pada pola perubahan kawasan seperti kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, yang menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai kawasan penyangga, pemelihara tata air, pengendali perubahan iklim mikro dan sebagainya. Perubahan fungsi ruang kawasan meyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, seperti terjadinya pencemaran, kemacetan, hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, serta terjadinya berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan sebagainya. Pemanfaatan sumberdaya ruang juga dapat memicu perbedaan persepsi dan persengketaan tentang ruang, seperti munculnya kasus-kasus persengketaan batas wilayah pada berbagai daerah dan juga internasional. Hal tersebut seolah-olah menunjukkan adanya trede off antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.

Permasalahan konflik antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan semakin jelas terlihat dewasa ini pada hal dalam penataan ruang kebijakan-kebijakan telah mengakomodasi prinsip-prinsip utama menuju pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti prinsip-prinsip keterpaduan, keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai permasalahan- permasalahan dalam penataan ruang dan solusi-solusi yang dapat digunakan untuk melakukan harmonisasi pemanfaatan sumber daya alam, lahan dan perkembangan aspek sosial-ekonomi dalam penataan ruang. Pada dasarnya pengembangan wilayah adalah usaha pembangunan daerah yang memperhitungkan keterpaduan program sektoral seperti pertanian, pertambangan, aspirasi masyarakat dan potensi loin dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Pembangunan industri dasar berorientasi pada lokasi tersedianya sumber pembangunan lain. Pada umumnya lokasi industri dasar belum tersentuh pembangunan, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif bahkan masih bersifat alami. Adanya pembangunan industri ini akan mengakibatkan perubahan lingkungan seperti berkembangnya jaringan infra struktur dan akan menumbuhkan kegiatan lain untuk menunjang kegiatan yang ada.

Pembangunan di satu pihak menunjukkan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat seperti tersedianya jaringan jalan, telekomunikasi, listrik, air, kesempatan kerja serta produknya sendiri memberi manfaat bagi masyarakat luas dan juga meningkatkan pendapatan bagi langsung dapat menikmati sebagian dari hasil pembangunannya. Di pihak lain apabila pembangunan ini tidak diarahkan akan menimbulkan berbagai masalah seperti konflik kepentingan, pencemaran lingkungan, kerusakan, pengurasan sumberdaya alam, masyarakat konsumtif serta dampak sosial lainnya yang pada dasarnya merugikan masyarakat.

Pembangunan industri pada gilirannya membentuk suatu lingkungan kehidupan zona industri. Dalam zona industri kehidupan masyarakat makin berkembang; zona industri secara bertahap dilengkapi pembangunan sektor ekonomi lain seperti peternakan, perikanan, home industry, dan pertanian sehingga diperlukan rencana pembangunan wilayah berdasarkan konsep tata ruang.

Tujuan rencana tata ruang ini untuk meningkatkan asas manfaat berbagai sumberdaya yang ada dalam lingkungan seperti meningkatkan fungsi perlindungan terhadap tanah, hutan, air, flora, fungsi industri, fungsi pertanian, fungsi pemukiman dan fungsi lain. Peningkatan fungsi setiap unsur dalam lingkungan artinya meningkatkan dampak positif semaksimum mungkin sedangkan dampak negatif harus ditekan sekecil mungkin. Konsepsi pembangunan wilayah dengan dasar tata ruang sangat dibutuhkan dalam upaya pembangunan industri berwawasan lingkungan.

Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:

Dampak Terhadap Udara dan Iklim      

Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global). Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam.

Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.

Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton.

Dampak Terhadap Perairan

Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.

Dampak Terhadap Tanah

Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.

Ada dua definisi KLHS yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang menekankan pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIA-driven) dan pendekatan keberlanjutan (sustainability-driven). Pada definisi pertama, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Sedangkan definisi kedua, menekankan pada keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya.   

I. Peran KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang

KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrument metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.

Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan lainnya. menciptakan tata pengaturan yang lebih baik melalui pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan.

BAB III

KESIMPULAN

Penataan Ruang adalah Suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.Ruang  dapat  diartikan  sebagai  wadah  kehidupan  manusia  dan  makhluk  hidup lainnya  serta  sumber  daya  alam.

Penyelenggaraan penataan ruang  bertujuan  untuk  mewujudkan  ruang  wilayah  nasional  yang  aman,  nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

Program  Penataan  Ruang  bertujuan  meningkatkan  sistem  penyusunan rencana tata  ruang,  memantapkan  pengelolaan  pemanfaatan  ruang,  dan  memantapkan pengendalian  pemanfaatan  ruang  terutama  untuk  mempertahankan  pemanfaatan  fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung; meningkatkan kapasitas kelembagaan dan  organisasi  penataan  ruang  di  daerah,  baik  aparat  pemerintah  daerah,  lembaga legislatif,  dan  yudikatif  maupun  lembaga-lembaga  dalam  masyarakat  agar  rencana  tata ruang ditaati oleh semua pihak secara konsisten.

Tujuan rencana tata ruang ini untuk meningkatkan asas manfaat berbagai sumberdaya yang ada dalam lingkungan seperti meningkatkan fungsi perlindungan terhadap tanah, hutan, air, flora, fungsi industri, fungsi pertanian, fungsi pemukiman dan fungsi lain.

Kesalahan tata ruang lingkungan dapat menimbulkan dampak pada udara dan iklim, perairan, lahan dan lain-lain.

Daftar Pustaka