Tags
DAMPAK KESALAHAN TATA RUANG TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar
BAB I
1.1 Latar belakang
Dewasa ini, lingkungan kita sudah sangat memprihatinkan, banyak bencana alam yang disebabkan oleh kelakuan manusia seperti banjir,tanah longsor dan sebagainya. Dan penyebabnya adalah seperti kesalahan dalam tata ruang kota yang menyebabkan terjadinya beberapa masalah seperti drainase yang tidak baik sehingga menimbulkan banjir, pembabatan lahan pertanian untuk pembanaguna perumahan atau shoping centre yang menimbulkan kurangnya lahan hijau dan berbagai masalah lainya.
Kami mengangkat judul makalah ini atas dasar tugas kuliah dan keprihatinan terhadap lingkungan kita yang sangat memprihatinkan dan mungkin melalui ini kami menginformasikan kepada pembaca dan masyarakat bahwa pentingnya lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan masalah
- faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesalahan tata ruang kota?
- apa saja dampak dari kesalahan tata ruang kota?
- bagaimana solusinya dalam menangani dampak kesalahan tata ruang kota?
- uu apa saja yang mengatur tata ruang kota?
1.3 tujuan
- untuk mengetahui apa saja dampak kesalahan tata ruang kota
- untuk menyadarkan pembaca tentang pentingnya lingkungan hidup
1.4 manfaat
- untuk menambah wawasan tentang lingkungan hidup
- untuk pembelajaran tentang tata ruang kota dan lingkungan
BAB II
A. Pengertian Tata Ruang
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 jo Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Penataan Ruang adalah Suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.Ruang dapat diartikan sebagai wadah kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya serta sumber daya alam. Ruang, baik sebagai wadah maupun sebagai sumber daya alam, adalah terbatas. Sebagai wadah dia terbatas pada besaran wilayahnya, sedangkan sebagai sumber daya terbatas pada daya dukungnya. Oleh karena itu, pemenfaatan ruang perlu ditata agar tidak terjadi pemborosan dan penurunan kualitas ruang (Ahmadi, 1995: 1).Sementara tata ruang adalah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Kemudian Pasal 3 UU No 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.Sasaran yang diharapkan adalah tersedianya rencana tata ruang yang konsisten dan efektif sesuai dengan kaidah penataan ruang di antaranya mengindahkan kenyamanan lingkungan, keamanan serta budaya dan adat masyarakat setempat; tertibnya pemanfaatan ruang dan meningkatnya kinerja kelembagaan pengelolaan penataan ruang di pusat dan daerah. Sementara Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2009 berbunyi bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup yang tergganggu keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan antara generasi dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum. Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu administratif, pidana dan perdata.
Menurut Siti Sundari Rangkuti dalam Erwin (2008) penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawsan dan penerapan (atau ancaman) sarana administratif, kepidanaan dan keperdatan. Penegakan hukum lingkungan tidak hanya ditujukan untuk memberikan hukuman kepada perusak atau pencemar lingkungan hidup. Tetapi juga ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan tidak hanya bersifat refresif, tetapi juga bersifat preventif (Sundari Rangkuti, 2000: 209-210). Dalam konsep sistem kehidupan yang berkelanjutan di bumi, terdapat empat sistem lingkungan yang sangat memerlukan perhatian serius dari setiap orang. Keempat sistem lingkungan ini adalah: (1) Sistem biofisik, (2) Sistem sosial, (3) Sistem ekonomi, dan (4) Sistem politik (Yusuf, 2000:114).Pada dasarnya tujuan penataan ruang antara lain, agar tercapai pemanfaatan ruang yang berkualitas yakni mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatip terhadap lingkungan, dan mewujudkan keseimbangan antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Sementara penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No 26 tahun 2007 menyebutkan sebagai berikut: Pertama, Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada;
(a). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
(b). Pedoman bidang penataan ruang; dan
(c). Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Kedua, Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:
(a). Perkembangan, permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan
ruang provinsi.
(b). Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi.
(c). Keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota.
(d). Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
(e). Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(f). Rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan.
(g). Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
(h). Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
B. Pemanfaatan Tata Ruang
Program Penataan Ruang bertujuan meningkatkan sistem penyusunan rencana tata ruang, memantapkan pengelolaan pemanfaatan ruang, dan memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang terutama untuk mempertahankan pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung; meningkatkan kapasitas kelembagaan dan organisasi penataan ruang di daerah, baik aparat pemerintah daerah, lembaga legislatif, dan yudikatif maupun lembaga-lembaga dalam masyarakat agar rencana tata ruang ditaati oleh semua pihak secara konsisten.
Sasaran yang diharapkan adalah tersedianya rencana tata ruang yang konsisten dan efektif sesuai dengan kaidah penataan ruang di antaranya mengindahkan kenyamanan lingkungan, keamanan serta budaya dan adat masyarakat setempat; tertibnya pemanfaatan ruang dan meningkatnya kinerja kelembagaan pengelolaan penataan ruang di pusat dan daerah.
Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) sampai ayat (5) Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan secara lebih jelas mengenai korelasi penatagunaan tanah dengan penataan ruang dengan uraian lengkapnya sebagai berikut: Pertama, Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan sumber daya alam lain. Kedua, Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan sumber daya udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. Ketiga, Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas. Keempat, Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah Dan Pemerintah Daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah bagi pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh (Soeromiharjo, 1990: 2) intinya menyatakan sebagai berikut Pola penggunaan tanah perlu disertai pedoman berupa ketentuan penggunaan tanah untuk berbagai kebutuhan pembangunan menurut potensi dan fungsi tanah, baik fisik maupun ekonomi. Secara keseluruhan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mengatur aspek-aspek pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah.
Selanjutnya dalam penjelasan Bab II pasal demi pasal khususnya Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 memberikan kejelasan makna penyusunan neraca penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya alam lain meliputi aktifitasaktifitas berikut ini Pertama, Penyajian neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain pada rencana tata ruang wilayah. Kedua, Penyajian neraca kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain pada rencana tata ruang wilayah. Ketiga, Penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain dan penetapan prioritas penyediaannya pada rencana tata ruang wilayah. (Muchsin dan Koeswahyono, 2008: 140).
Sementara Pasal 33 ayat (3) UU No 26 tahun 2007 menyatakan perihal penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan sarana dan prasarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU No 26 tahun 2007 menyebutkan juga hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pembangunan kepentingan umum yang sesuai dengan rencana tata ruang dapat dilaksanakan dengan proses pengadaan tanah yang mudah.Sesungguhnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 mengandung implikasi politik hukum yang membahayakan hak atas tanah khususunya subjek hak yang lemah aksesnya atas ekonomi, sosial, politik sehingga akan dapat kehilangan hak atas tanah dengan mudah ketika berhadapan dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang dengan alasan demi penataan ruang untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum seperti fenomena penggusuran di hampir setiap daerah di Indonesia setidak sepuluh tahun terakhir (Muchsin dan Koeswahyono, 2008: 141).
Untuk itu menurut Maria Sumardjono, (2008: 249), seharusnya ada ukuran atau parameter. Ukuran atau parameter yang wajib menjadi pertimbangan sebelum diputuskan kebijaksanaan yang hendak diambil Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk melakukan aktivitas pengadaan tanah dengan alasan untuk kepentingan umum, yakni sebagai berikut: Pertama, Apakah kebijaksanaan yang diambil dapat mengakibatkan pelanggaran atas hak asasi manusia atau tidak. Kedua, Apakah kebijaksanaan yang diambil akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas kehidupan subjek pemegang atas tanah atau tidak. Ketiga, Apakah kebijaksanaan yang diambil dalam hitungan neraca keadilan lebih menguntungkan bagi Pemerintah atau Pemerintah Daerah atau menguntungkan masyarakat.
C. Kendala dalam pemanfaatan tata ruang
Pada dasarnya kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang tersebut antara lain: Pertama, Rencana yang tersusun tidak memperhitungkan keserasian, keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Karena itu jika rencana tersebut dijalankan sebagaimana yang ditetapkan maka diperkirakan dalam waktu jangka panjang akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainya. Kedua, Tidak adanya ketegasan hukum bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam ruang. Artinya bahwa setiap orang yang melakukan penyimpangan penggunaan rencana tata ruang tidak pernah diberikan sanksi. Ketiga, Dalam perencanaan tata ruang selalu disatukan dengan rencana pengembangan. Sehingga penetapan rencana tata ruang menjadi kabur karena simpang siur dengan rencana pengembangan. Seharusnya rencana pengembangan mengacu pada rencana tata ruang. Keempat, Dalam penetapan rencana tata ruang lebih banyak di dominasi oleh keputusan politik, sehingga obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi tidak dapat berjalan dengan baik. Keli ma, Dalam menghadapi otonomi daerah setiap daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga setiap upaya pemanfaatan tata ruang diupayakan harus dapat memberikan sumbangan nilai ekonomi bagi daerah.
Selain kendala tersebut di atas, dalam pemanfaatan tata ruang berpotensi juga untuk menimbulkan konflik, jika pemanfaatan tanpa dilakukan koordinasi dan perhitungan yang matang. Dengan demikian kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang selalu juga diikuti oleh kendala yang muncul berupa konflik dalam pemanfaatan ruang yang tanpa ada koordinasi. Adapun konflik dalam pemanfaatan tata ruang secara umum dapat dikelompokan yakni sebagai berikut: Pertama, Potensi konflik antar wilayah. Kedua, Potensi konflik antar sektor. Ketiga, Potensi konflik antar masyarakat dan pemerintah. Keempat, Potensi konflik dalam pemanfaatan tata ruang itu sendiri.
Urgensi Pengaturan tata ruang dalam perda. Dengan memperhatikan apa yang menjadi kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang dan mencari formula yang tepat untuk mengatasi kenadala tersebut, maka pengelolaan fungsi tata ruang perlu ditata dalam bentuk arahan, pedoman dan ketentuan-ketentuan mengenai peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tata ruang demi kelestarian lingkungan hidup. Pola pengelolaan tersebut sudah barang tentu mengacu pada asas-asas penataan ruang yaitu asas terpadu, berdaya guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan.Pengelolaan tata ruang lebih dititik beratkan pada pada wujud fisik, penggunaan ruang merupakan hasil pengambilan keputusan dari orang atau Badan Hukum yang menguasai dan yang berhak dalam pengelolaannya sesuai kegiatan dan kebutuhannya. Hal yang tidak dapat dikesampingkan bahwa penggunaan ruang tidak boleh bertentangan dengan peruntukan ruang lingkungan hidup sendiri yang dalam hal ini merupakan keputusan pemerintah.
Sesuai dengan teori pengembangan wilayah, secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam usaha dalam pengembangan suatu wilayah terdapat suatu keterkaitan yang sangat erat dengan penataan ruang suatu wilayah. Dengan penataan yang baik, maka kinerja wilayah tersebut juga akan optimal dan efisien. Sehingga dalam penataan ruang suatu wilayah harus memenuhi beberapa prinsip penataan ruang.Pelaksanaan penataan wilayah di Indonesia terutama di daerah padat penduduknya saat ini, baik ditinjau dari aspek kepentingan pembangunan maupun untuk kepentingan lingkungan hidup sebenarnya masih belum optimal seperti apa yang diharapkan/terkandung dalam Undang-undang Penataan Ruang.
Untuk mewujudkan sasaran penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, maka kebijaksanaan pokok yang nanti dapat ditempuh yakni sebagai berikut: Pertama, Mengembangkan kelembagaan melalui penetapan organisasi pengelolaan yang mantap, dengan rincian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. Kedua, Meningkatkan kemampuan aparatur yang dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup. Ketiga, Memasyarakatkan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup kepada masyarakat dan dunia usaha serta unsur lain. Keempat, Memantapkan pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan bagi pembangunan daerah dengan perhatian khusus pada kawasan cepat berkembang, dan kawasan andalan, serta kawasan strategis. Kelima, Memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk pengamanan terhadap kawasan yang memiliki aset penting bagi pemerintah daerah. Keenam, Meningkatkan sistem informasi, pemantauan dan evaluasi dalam penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup.
Pada dasarnya proses penataan ruang demi menjaga kelestarian lingkungan hidup meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Penataan ruang sesuai ketentuan perundang-undangan penataan ruang khusus wilayah kabupaten yang ada di Indonesia meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
Penyusunan dan penetapan rencana tata ruang dilaksanakan menurut langkahlangkah sebagai berikut: Pertama, Menetapkan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan keamanan. Kedua, Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan. Ketiga, Perumusan perencanaan tata ruang. Keempat, Penetapan rencana tata ruang.
Melalui penataan ruang yang bijaksana, kualitas lingkungan akan terjaga dengan baik, namun bila dilakukan dengan kurang bijaksana maka tentunya kualitas lingkungan juga akan terganggu. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Hal tersebut tentunya dengan mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia serta mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang
Paling tidak ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan lingkungan hidup, yakni sebagai berikut: Pertama, Pembangunan/pengelolaan sumber daya secara bijaksana. Kedua, Pembangunan berkesinambungan sepanjang Pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan itu sendiri. Agar keputusan terkait alokasi ruang dan sumberdaya alam dalam rencana tata ruang dapat memberikan manfaat dalam jangka panjang dan menjamin keberlanjutan, maka perlu diperhatikan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Ketentuan tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara penataan ruang dengan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan kunci bagi berhasilnya upaya pengembangan wilayah.
Lingkungan di dalam penataan ruang merupakan aspek yang sangat penting disamping aspek sosial budaya, yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Pertimbangan lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah adalah mutlak untuk diperhatikan karena apabila aspek lingkungan tidak diintegrasikan, akan memberikan dampak yang sangat besar terutama bagi kehidupan masyarakat di kemudian hari. Karena pada dasarnya lingkungan memiliki keterbatasan daya dukung dan daya tampung dalam menopang kehidupan baik manusia maupun makhluk lainnya, sehingga apabila daya dukung tersebut terlampaui maka sudah dapat dipastikan kelestarian fungsi lingkungan akan terganggu.
Pembangunan tata ruang yang berwawasan pada pada pelestarian fungsi komponen lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan dengan kebijakan terpadu, menyeluruh dan memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang dan mendatang. Kebimasa. Ketiga, Peningkatan kualitas hidup generasi demi generasi.Sejalan dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1988 mengenai prinsip penggunaan sumber daya alam untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan, antara lain sebagai berikut: Pertama, Dalam rangka pembangunan sumber-sumber alam harus digunakan secara rasional. Kedua, Pemanfaatan sumber-sumber daya harus diusahakan untuk tidak merusak lingkungan hidup. Ketiga, Harus dilakukan dengan kebijaksanaan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang. Keempat, Memperhitungkan hubungan kait mengkait dan ketergantungan antara berbagai masalah.Berdasarkan uraian tersebut, maka regulasi terhadap tata ruang melalui peraturan daerah merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Daerah ini sangat membutuhkan regulasi berupa peraturan daerah terhadap tata ruang, sehingga impelemntasi di lapangan terutama dalam pemanfaatan lahan dan lingkungan hidup benar-benar sesuai dengan payung hukum yang ada. Hal yang lebih utama juga dalam rancangan peraturan daerah nanti harus tetap memperhatikan apa yang menjadi prinsip atau asas-asas utama dalam tata ruang daerah sendiri.
D. Penataan Lingkungan Hidup
Manusia sangat berperan dalam menjadikan lingkungan yang bersih, nyaman, indah, dan rindang. Satu faktor yang paling utama adalah bersih. Bersih erat kaitannya dengan sehat. Salah satu indikator bersih adalah sehat. Individu yang bersih adalah individu yang tidak memiliki kotoran yang menempel pada dirinya sehingga relatif tidak ada kuman penyakit yang bersarang. Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yang tidak ada kotoran (sampah) berserakan, yang memiliki kondisi udara banyak mengandung kadar oksigen yang tinggi.
Menciptakan keadaan nyaman bagi penghuninya. Menjaga kebersihan artinya menjaga keadaan diri, lingkungan bebas dari penyakit. Lingkungan yang bersih menandakan sikap para penghuninya yang taat dan patuh terhadap tatanan yang berlaku di masyarakat. Indah berhubungan dengan estetika. Indah merupakan sesuatu yang sangat menarik yang menimbulkan rasa enak atau nikmat hati. Nilai kebersihan dan keindahan menopang kehidupan masyarakat dalam bersikap.
Menjaga kebersihan dan keindahan merupakan upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Membudayakan hidup bersih dan keindahan harus menjadi sikap dan tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap dan sifat menjaga kebersihan merupakan langkah awal menuju kesuksesan. Sebab dengan suasana bersih dan indah, akan menambah pikiran jernih dan tenang dalam bertindak.
Dengan menjaga kebersihan berarti menjaga kebersihan lingkungan di sekitar kita, bersih di sekolah, di kantin, di jalan, di rumah, di pasar, dan di mana pun. Tidak ada sampah-sampah yang berserakan yang mempengaruhi keindahan.
Penataan lingkungan merupakan proses pengelompokan, pemanfaatan, dan pengendalian lingkungan hidup sesuai dengan potensi dan fungsinya. Dalam Undang Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penataan ruang/lingkungan memiliki tujuan:
- terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan,
- terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budaya,
- tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
Penataan lingkungan dilaksanakan secara terpadu, seimbang dan berdaya guna. Penataan lingkungan hidup yang baik akan terpelihara kualitas lingkungan.
Berdasarkan fungsi utama kawasan, penataan lingkungan hidup dibagi menjadi 2, yaitu:
- kawasan lindung, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Contoh: hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan cagar alam, dan sebagainya.
- kawasan budi daya, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Contoh: lahan budi daya jagung, kayu, sawah, dan lain-lain.
Berdasarkan kegiatan utamanya, penataan lingkungan hidup terdiri dari 3 kawasan, yaitu:
- Kawasan perdesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam.
- Kawasan perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
- Kawasan tertentu, adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
Konsep penataan lingkungan secara global berarti mencakup satu kesatuan wilayah. Menurut Setyo Moersidik (Dosen Paskasarjana UI) kunci penataan lingkungan hidup untuk menjamin keberlanjutan fungsi lingkungan hidup adalah pengelolaan lingkungan hidup. Prinsip penataan berhubungan erat dengan konservasi Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, dan sumber daya alam lainnya.
Salah satu sumber daya alam yaitu hutan sebagai salah satu bagian dari pelestarian lingkungan hidup yang menjadi satu kesatuan ekosistem yang tidak mengenal batas wilayah pemerintahan. Semakin kecil hutan dibagi-bagi, semakin besar pula potensi terganggunya ekosistem. Kerusakan hutan juga mendorong timbulnya kekeringan, banjir, erosi, serta mengurangi keragaman hayati.
E. Pengelolaan Tata Ruang Ramah Lingkungan
Kerusakan lingkungan di Indonesia tambah hari semakin memprihatinkan. Seperti halnya laju kerusakan hutan yang mencapai 2,8 juta hektar per tahun. Kerusakan hutan dan lahan menyebabkan terjadinya banjir di mana-mana saat musim hujan tiba.
Bencana banjir menimbulkan korban jiwa dan dampak lain yaitu menyebarnya banyak penyakit bukan hanya di kalangan masyarakat desa tapi juga masyarakat perkotaan. Kerusakan lingkungan ini antara lain disebabkan terjadinya alih fungsi lahan baik pada kawasan hutan, pedesaan maupun perkotaan. Kawasan hutan banyak ditebang, diserobot dan dirambah. Keadaan serperti ini bahkan berlanjut terus setiap tahun, dapat dibayangkan betapa akan merosotnya kondisi lingkungan.
Memang banyak hal yang menyebabkan semakin maraknya kerusakan dan pencemaran lingkungan. Akhir-akhir ini menggejala bahwa kerusakan lingkungan banyak dipicu pembangunan yang tidak terkendali dan kurang memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk berperan aktif menjaga dan melestarikan lingkungan tampaknya juga masih rendah, terbukti dari banyaknya masalah lingkungan yang timbul akibat ulah masyarakat, seperti pembalakan hutan, pemanfaatan kawasan lindung, dan sebagainya.
Saat sekarang ini tengah meningkat kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan kebijakan pemanfaatan yang paling tepat, mengingat keterbatasan sumber daya lahan.
Pendekatan tata ruang merupakan salah satu perangkat pengelolaan lingkungan hidup berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya lahan. Dalam perkembangannya, disadari bahwa penataan ruang merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang utama, karena merupakan penepis pertama terhadap kegiatan pembangunan dan aktivitas manusia lainnya yang dapat berdampak terhadap lingkungan hidup.
Penataan ruang telah mendapatkan dasar hukumnya sejak 15 tahun yang lalu dengan ditetapkannya undang-undang nomor 24 tahun 1992 yang telah diperbaharui dengan undang-undang nomor: 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (selanjutnya disebutkan UUPR). Tujuan umum penataan ruang terkandung di dalam konsideran UUPR, yaitu bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam suatu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.
Secara eksplisit, pernyataan tersebut menegaskan pentingnya penataan ruang di dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Dengan perkataan lain, penataan ruang merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup, guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan sumber daya secara tidak terencana dan terakoordinasi. Penataan ruanglah yang seharusnya menjadi landasan bagi pelaksanaan pembangunan yang terkoordinasi dan berwawasan lingkungan.
Keterpaduan
Penataan ruang juga dapat menjamin keterpaduan dan diakomodasikannya semua kepentingan masyarakat. Di dalam penjelasan UUPR, disebutkan bahwa penataan ruang dapat menjamin seluruh kepentingan, yakni kepentingan pemerintah dan masyarakat secara adil. Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa penataan ruang dianalisa dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Keterpaduan dalam penataan ruang dapat terwujud dari dimasukkannya pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung lingkungan, daya tampung lingkungan dan geopolitik.
Sebagai suatu perangkat, apabila dilaksanakan secara menyeluruh dan konsekuen, penataan ruang dapat menjadi alat yang efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan dan berbagai bencana lingkungan seperti banjir dan longsor. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang dan mengindahkan kondisi lingkungan dapat menghindari permasalahan lingkungan di masa mendatang. Meskipun demikian, penataan terhadap rencana tata ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang seringkali masih rendah. Sebagai contoh adalah pada kasus Bandung Utara yang sebenarnya merupakan kawasan lindung, tetapi pada saat ini hampir 70% dari luas 38.548 hektar telah menjadi permukiman. Dampak dari pembangunan ini adalah berkurangnya resapan air dan terjadi banjir di Bandung Selatan.
Demikian juga dengan bencana banjir dan longsor yang terjadi di Jember. Peristiwa ini sebagaimana diketahui adalah dampak dari kerusakan hutan di Pegunungan Argopuro, yang terletak di bagian utara Jember, yang telah gundul. Peristiwa ini merupakan kesalahan dari penataan ruang wilayah di Jawa Timur. Pegunungan Argopuro sebagai kawasan lindung yang merupakan daerah resapan air, beralih menjadi perkebunan Kakau dan Kopi, menjadi hutan produksi kemudian terjadi penebangan yang berakibat penggundulan.
Berkaitan dengan masalah sumber daya lahan dan penataan ruang, setidaknya ada dua sasaran yang bisa dilakukan guna mencapai strategi perbaikan kualitas fungsi lingkungan, yakni; pertama, penurunan laju kerusakan lingkungan (sumber daya air, hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi, atmosfer, serta ekosistem pesisir dan laut. Kedua, terintegrasinya dan diterapkannya pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pengawasan pemanfaatan ruang dan lingkungan.
Di samping itu, untuk dapat menjawab tantangan di atas, perlu adaya upaya pemberdayaan masyarakat agar mempunyai kesadaran pada pelestarian lingkungan hidup, di samping informasi yang cukup tentang masalah yang dihadapi, serta keberdayaan dalam proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak.
Peran serta masyarakat yang tinggilah yang dapat menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga mampu menjawab tantangan yang ada.
Usaha yang dilakukan agar lingkungan tertata rapi.
F. Faktor Penyebab Penyimpangan Tata Ruang
Salah satu kritik yang sering dilontarkan masyarakat dalam penataan ruang adalah bahwa rencana tata ruang belum cukup efektip sebagai alat kendali pembangunan, terbukti dengan maraknya berbagai macam penyimpangan. Penyimpangan tata ruang terjadi pada hampir semua kota dan daerah di Indonesia. Pada kota-kota besar penyimpangan tersebut bahkan sudah sampai pada tingkatan yang mengkhawatirkan karena dampak yang ditimbulkannya sangat meresahkan.
Sebagai contoh di kota Jakarta misalnya, perubahan peruntukan kawasan hunian menjadi kegiatan komersial seperti yang terjadi diKemang, Menteng, Kebayoran Baru dan belakangan ini mulai merambah ke kawasan Pondok Indah, telah menimbulkan berbagai macam permasalahan antara lain kemacetan lalu lintas, kesemrawutan bangunan, pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan dan lain sebagainya. Lingkungan hunian yang semula asri menjadi semrawut, bising dan kumuh.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi ? Siapakah yang bersalah ? Mengapa semua saling lempar kesalahan kepada pihak lain. Aparat menuding hal tersebut sebagai ulah masyarakat yang tidak mau patuh kepada ketentuan yang berlaku, sebaliknya masyarakat menuding hal tersebut karena kelemahan dan kecurangan aparat
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan tata ruang dan semua punya andil dalam hal tersebut , yakni sebagai berikut :
- Lemahnya pengawasan dan penertiban.
- Tidak ada peraturan yang cukup jelas
- Tidak adanya sinkronisasi perijinan
- Perilaku kolusip oknum
- Ketidak adilan rencana kota
- Prosedur perizinan yang berbelit-belit
- Terpaksa karena tidak punya pilihan
G. Perencanaan Tata Ruang Kota
Perencanaan Tata Ruang dilakukan guna menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tamping lingkungan, serta fungsi pertahanan keamanan; mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan; perumusan perencanaan tata ruang, dan penetapan rencana tata ruang.
Menurut Budihardjo, penyusunan rencana tata ruang harus dilandasi pemikiran perspektif menuju keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknlogi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor.
Perencanaan kota adalah kegiatan penyusunan dan peninjauan kembali rencana-rencana kota. Sedangkan rencana kota merupakan rencana yang disusun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota yang terdiri atas Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK).
Dalam pelaksanaan pembangunan di daerah kota diperlukan rencana tata ruang yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan dan pembangunan dalam memanfaatkan ruang. Pedoman tersebut digunakan pula dalam penyusunan program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang sudah ditetapkan.
Implikasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 nampak pada Pasal 4 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yaitu kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus sesuai dan berdasarkan pada rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan. Bagi daerah yang belum menetapkan rencana umum tata ruang, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan perencanaan wilayah atau kota yang telah ada.
Berkenaan dengan pelaksanaan pembangunan, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang. Serta dinyatakan pula bahwa dalam menerbitkan izin atau kegiatan wajib diperhatikan rencana tata ruang dan pendapat masyarakat.
Perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan dua sisi dari suatu mata uang. Pengendalian pemanfaatan tata ruang akan berlangsung secara efektif dan efisien bilamana telah didahului dengan perencanaan tata ruang yang valid dan berkualitas. Sebaliknya rencana tata ruang yang tidak dipersiapkan dengan mantap akan membuka peluang terjadinya penyimpangan fungsi ruang secara efektif dan efisien dan pada akhirnya akan menyulitkan tercapainya tertib ruang sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Lebih lanjut disebutkan bahwa pada kenyataan banyak campur tangan pemerintah dalam pembangunan kota justru tidak tepat dan tidak memuaskan. Bahkan dapat diperkirakan bahwa sebab utama kegagalan pengendalian pemanfaatan ruang adalah karena tidak adanya kurangnya kemampuan politik yang kuat dan dukungan masyarakat yang memadai.
Rencana Tata Ruang Wilayah selanjutnya dapat disingkat RTRW merupakan hasil perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan di peringkat Kota. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
Kawasan Hijau adalah ruang terbuka hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan Kawasan Hijau Lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial Kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 yang terdiri dari 13 ayat dan Pasal 49 sampai Pasal 50 yang mengatur mengenai rencana pengembangan kawasan hijau di Kota Makassar.
Kawasan Tangkapan Air adalah kawasan atau areal yang mempunyai pengaruh secara alamiah atau binaan terhadap keberlangsungan badan air seperti waduk, situ, sungai, kanal, pengolahan air limbah dan lain-lain, hal ini diatur dalam Pasal 44 Perda Nomor 6 Tahun 2006. Kemudian Pasal 51 dan 52 mengatur tentang Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana. Dalam Pasal 53 diatur tentang Kawasan Bangunan Umum adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan, jasa, pemerintahan dan fasilitas umum/fasilitas sosial beserta fasilitas penunjangnya dengan Koefisien Dasar Bangunan lebih besar dari 20% (dua puluh persen).
Kawasan Bangunan Umum Koefisien Dasar Bangunan Rendah (KDB) adalah kawasan yang secara keseluruhan Koefisien Dasar Bangunannya maksimum 20% (dua puluh persen) diatur dalam Pasal diatur dalam Pasal 54. Kawasan Pusat Kota adalah KT yang tumbuh sebagai pusat Kota dengan percampuran berbagai kegiatan, memiliki fungsi strategis dalam peruntukannya. Kawasan Permukiman Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pemusatan dan pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungannya yang terstruktur secara terpadu; Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah KT yang diarahkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya. Pasal 57 ayat 4 mengatur Kawasan Bandara Terpadu KT yang dan diperuntukkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas bandara dan segala persyaratannya. Kawasan Maritim Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan kemaritiman yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid hal ini diatur dalam Pasal 57 ayat 5 Perda No.6 Tahun 2005.
Kawasan Industri Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan industri yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid yang diatur dalam Pasal 57 ayat 6 Perda No.6 Tahun 2006.Pasal 57 ayat 7 mengatur mengenai Kawasan Pergudangan Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pergudangan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Selanjutnya Pasal 57 ayat 8 diatur akan
Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pendidikan tinggi yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Dalam Pasal 57 ayat 9 mengatur . Kawasan Penelitian Terpadu adalah yang diarahkan diperuntukkan sebagai kawasan dengan dan pengembangan berbagai kegiatan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.
Kawasan Budaya Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan budaya yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Olahraga Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan olahraga yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid dan diatur dalam Pasal 57 ayat 11 Perda No. 6 Tahun 2006.
Pada Pasal 57 ayat 12 dan 13 Perda No. 6 Tahun 2006 diatur akan Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu Adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang . Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Bisnis Global Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis global yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri; Industri selektif adalah kegiatan industri yang kriteria pemilihannya disesuaikan dengan kondisi Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan Budaya dan Jasa, yakni industri yang hemat lahan, hemat air, tidak berpolusi, dan menggunakan teknologi tinggi. Tujuan adalah Nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan Wilayah Kota berkaitan dalam kerangka visi dan misi yang telah ditetapkan. Strategi Pengembangan adalah Langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan Kota yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan Wilayah Kota yang telah ditetapkan.
Ruang Terbuka Hijau yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 selanjutnya dapat disebut RTH adalah Kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana Kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Sedangkan rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah kota menurut peraturan daerah nomor 6 tahun 2006 Pasal 13 dijabarkan kedalam struktur pemanfaatan ruang kota meliputi : 1. Rencana persebaran penduduk; 2. Rencana pengembangan kawasan hijau; 3. Rencana pengembangan kawasan permukiman; 4. Rencana pengembangan kawasan bangunan umum; 5. Rencana pengembangan kawasan industri; 6. Rencana pengembangan kawasan pergudangan; 7. Rencana pengembangan sistem pusat kegiatan; 8. Rencana pengembangan sistem prasarana; 9. Rencana intensitas ruang.
H. Dampak Pembangunan Terhadap Tata Ruang
Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan diundangkannya undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang [uu 24/1992], yang kemudian diperbaharui dengan undang-undang nomor 26 tahun 2007 [uu 26/2007]. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut, maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata ruang menjadi produk dari rangkaian proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah.
Peningkatan aktivitas pembangunan membutuhkan ruang yang semakin besar dan dapat berimplikasi pada perubahan fungsi lahan/kawasan secara signifikan. Euphoria otonomi daerah yang lebih berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) juga memotivasi pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana di daerah, yang faktanya menyebabkan peningkatan pengalihan fungsi ruang dan kawasan dalam jangka panjang. Di antara kenyataan perubahan lahan dapat ditemui pada pembangunan kawasan perkotaan yang membutuhkan ruang yang besar untuk menyediakan lahan untuk sarana dan prasarana permukiman, perkantoran, perindustrian, pusat-pusat perdagangan (central business district, CBD) dan sebagainya. Demikian halnya pada pola perubahan kawasan seperti kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, yang menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai kawasan penyangga, pemelihara tata air, pengendali perubahan iklim mikro dan sebagainya. Perubahan fungsi ruang kawasan meyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, seperti terjadinya pencemaran, kemacetan, hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, serta terjadinya berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan sebagainya. Pemanfaatan sumberdaya ruang juga dapat memicu perbedaan persepsi dan persengketaan tentang ruang, seperti munculnya kasus-kasus persengketaan batas wilayah pada berbagai daerah dan juga internasional. Hal tersebut seolah-olah menunjukkan adanya trede off antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Permasalahan konflik antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan semakin jelas terlihat dewasa ini pada hal dalam penataan ruang kebijakan-kebijakan telah mengakomodasi prinsip-prinsip utama menuju pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti prinsip-prinsip keterpaduan, keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai permasalahan- permasalahan dalam penataan ruang dan solusi-solusi yang dapat digunakan untuk melakukan harmonisasi pemanfaatan sumber daya alam, lahan dan perkembangan aspek sosial-ekonomi dalam penataan ruang. Pada dasarnya pengembangan wilayah adalah usaha pembangunan daerah yang memperhitungkan keterpaduan program sektoral seperti pertanian, pertambangan, aspirasi masyarakat dan potensi loin dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Pembangunan industri dasar berorientasi pada lokasi tersedianya sumber pembangunan lain. Pada umumnya lokasi industri dasar belum tersentuh pembangunan, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif bahkan masih bersifat alami. Adanya pembangunan industri ini akan mengakibatkan perubahan lingkungan seperti berkembangnya jaringan infra struktur dan akan menumbuhkan kegiatan lain untuk menunjang kegiatan yang ada.
Pembangunan di satu pihak menunjukkan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat seperti tersedianya jaringan jalan, telekomunikasi, listrik, air, kesempatan kerja serta produknya sendiri memberi manfaat bagi masyarakat luas dan juga meningkatkan pendapatan bagi langsung dapat menikmati sebagian dari hasil pembangunannya. Di pihak lain apabila pembangunan ini tidak diarahkan akan menimbulkan berbagai masalah seperti konflik kepentingan, pencemaran lingkungan, kerusakan, pengurasan sumberdaya alam, masyarakat konsumtif serta dampak sosial lainnya yang pada dasarnya merugikan masyarakat.
Pembangunan industri pada gilirannya membentuk suatu lingkungan kehidupan zona industri. Dalam zona industri kehidupan masyarakat makin berkembang; zona industri secara bertahap dilengkapi pembangunan sektor ekonomi lain seperti peternakan, perikanan, home industry, dan pertanian sehingga diperlukan rencana pembangunan wilayah berdasarkan konsep tata ruang.
Tujuan rencana tata ruang ini untuk meningkatkan asas manfaat berbagai sumberdaya yang ada dalam lingkungan seperti meningkatkan fungsi perlindungan terhadap tanah, hutan, air, flora, fungsi industri, fungsi pertanian, fungsi pemukiman dan fungsi lain. Peningkatan fungsi setiap unsur dalam lingkungan artinya meningkatkan dampak positif semaksimum mungkin sedangkan dampak negatif harus ditekan sekecil mungkin. Konsepsi pembangunan wilayah dengan dasar tata ruang sangat dibutuhkan dalam upaya pembangunan industri berwawasan lingkungan.
Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
Dampak Terhadap Udara dan Iklim
Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global). Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam.
Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.
Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton.
Dampak Terhadap Perairan
Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.
Dampak Terhadap Tanah
Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.
Ada dua definisi KLHS yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang menekankan pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIA-driven) dan pendekatan keberlanjutan (sustainability-driven). Pada definisi pertama, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Sedangkan definisi kedua, menekankan pada keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya.
I. Peran KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang
KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrument metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.
Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan lainnya. menciptakan tata pengaturan yang lebih baik melalui pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan.
BAB III
KESIMPULAN
Penataan Ruang adalah Suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.Ruang dapat diartikan sebagai wadah kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya serta sumber daya alam.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Program Penataan Ruang bertujuan meningkatkan sistem penyusunan rencana tata ruang, memantapkan pengelolaan pemanfaatan ruang, dan memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang terutama untuk mempertahankan pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung; meningkatkan kapasitas kelembagaan dan organisasi penataan ruang di daerah, baik aparat pemerintah daerah, lembaga legislatif, dan yudikatif maupun lembaga-lembaga dalam masyarakat agar rencana tata ruang ditaati oleh semua pihak secara konsisten.
Tujuan rencana tata ruang ini untuk meningkatkan asas manfaat berbagai sumberdaya yang ada dalam lingkungan seperti meningkatkan fungsi perlindungan terhadap tanah, hutan, air, flora, fungsi industri, fungsi pertanian, fungsi pemukiman dan fungsi lain.
Kesalahan tata ruang lingkungan dapat menimbulkan dampak pada udara dan iklim, perairan, lahan dan lain-lain.
Daftar Pustaka
- Hanum, Shinta . 2012 . http://sintahanum.blogspot.com/2012/03/penataan-dan-pemeliharaan-lingkungan.html
- http://www.tataruangindonesia.com/fullpost/head-line/1340551229/persoalan-kebijakan-tata-ruang.html
- http://green.kompasiana.com/polusi/2013/03/15/akibat-kurangnya-pemahaman-terhadap-rencana-tata-ruang-wilayah-rtrw-542318.html
- http://www.jpnn.com/read/2014/09/06/256150/Kesalahan-Tata-Ruang-Penyebab-Infrastruktur-Buruk-
- 2012. “Dampak pembangunan terhadap perubahan iklim”. http://www.google.co.id, diakses tanggal 31 Mei 2012.
- Hilman, Masnellyarti. 2012. “perubahan cuaca karena pengaruh pembangunan”. http://www.google.co.id, diakse 31 Mei 2012.